skip to main |
skip to sidebar
cara pemeriksaan fisik pada bayi dan balita
Pemeriksaan fisik pada bayi
Merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh bidan, perawat, atau
dokter untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada saat bayi baru
lahir, 24 jam setelah lahir, dan pada waktu pulang dari rumah sakit.
Dalam melakukan pemeriksaan ini sebaiknya bayi dalam keadaan telanjang
di bawah lampu terang, sehingga bayi tidak mudah kehilangan panas.
Tujuan pemeriksaan fisik secara umum pada bayi adalah menilai status
adaptasi atau penyesuaian kehidupan intrauteri ke dalam kehidupan
ekstrauteri serta mencari kelainan pada bayi. Adapun petneriksaan fisik
yang dapat dilakukan pada bayi antara lain sebagai berikut:
Hitung Frekuensi Napas
Pemeriksaan frekuensi napas ini dilakukan dengan menghitung rata-rata
pernapasan dalam satu menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal pada bayi
baru lahir apabila frekuensinya antara 30-60 kali per menit, tanpa
adanya retraksi dada dan suara merintih saat ekspirasi, tetapi apabila
bayi dalam keadaan lahir kurang dari 2.500 gram atau usia kehamilan
kurang dari 37 minggu, kemungkinan terdapat adanya retraksi dada ringan.
Jika pernapasan berhenti beberapa detik secara periodik, maka masih
dikatakan dalam batas normal.
Lakukan Inspeksi pada Warna Bayi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk inengetahui apakah ada warna pucat,
ikterus, sianosis sentral, atau tanda lainnya. Bayi dalam keadaan aterm
umumnya lebih pucat dibandingkan bayi dalam keadaan preterm, mengingat
kondisi kulitnya lebih tebal.
Hitung Denyut Jantung Bayi dengan Menggunakan Stetoskop
Pemeriksaan denyut jantung untuk menilai apakah bayi mengalami gangguan
vang menyebabkan jantung dalam keadaan tidak normal, seperti suhu tubuh
yang tidak normal, perdarahan, atau gangguan napas. Pemeriksaan denyut
jantung ini dikatakan normal apabila frekuensinya antara 100-160 kali
per menit, dalam keadaan normal apabila di atas 60 kali per menit dalam
jangka waktu yang relatif pendek, beberapa kali per hari, dan terjadi
selama beberapa hari pertama jika bayi mengalami distres.
Ukur Suhu Aksila
Lakukan pemeriksaan suhu melalui aksila untuk menentukan apakah bayi
dalam keadaan hipo atau hipertermi. Dalam kondisi normal suhu bayi
antara 36,5-37,5 derajat celcius.
Kaji Postur dan Gerakan
Pemeriksaan ini untuk menilai ada atau tidaknya
epistotonus/hiperekstensi tubuh yang berlebihan dengan kepala dan tumit
ke belakang, tubuh melengkung ke depan, adanya kejang/ spasme, serta
tremor. Pemeriksaan postur dalam keadaan normal apabila dalam keadaan
istirahat kepalan tangan longgar dengan lengan panggul dan lutut semi
fleksi. Selanjutnya pada bayi berat kurang dari 2.500 gram atau usia
kehamilan kurang dari 37 minggu ekstremitasnya dalam keadaan sedikit
ekstensi. Apabila bayi letak sungsang, di dalam kandungan bayi akan
mengalami fleksi penuh pada sendi panggul atau lutut/sendi lutut
ekstensi penuh, sehingga kaki bisa mencapai mulut. Selanjutnya gerakan
ekstremitas bayi harusnya terjadi secara spontan dan simetris disertai
dengan gerakan sendi penuh dan pada bayi normal dapat sedikit gemetar.
Periksa Tonus atau Kesadaran Bayi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat adanya letargi, yaitu penurunan
kesadaran di mana bayi dapat bangun lagi dengan sedikit kesulitan, ada
tidaknya tones otot yang lemah, mudah terangsang, mengantuk, aktivitas
berkurang, dan sadar (tidur yang dalam tidak merespons terhadap
rangsangan). Pemeriksaan ini dalam keadaan normal dengan tingkat
kesadaran mulai dari diam hingga sadar penuh serta bayi dapat
dibangunkan jika sedang tidur atau dalam keadaan diam.
Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan ekstremitas
abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal (menghadap ke
dalam atau ke luar garis tangan), serta menilai kondisi jari kaki,
yaitu jumlahnya berlebih atau saling melekat.
Pemeriksaan Kulit
Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ada atau tidaknya kemerahan pada
kulit atau pembengkakan, postula (kulit melepult), luka atau trauma,
bercak atau tanda abnormal pada kulit, elastisitas kulit, serta ada
tidaknya main popok (bercak merah terang dikulit daerah popok pada
bokong). Pemeriksaan ini normal apabila tanda seperti eritema
toksikum(titik merah dan pusat putih kecil pada muka, tubuh, dan
punggung) pada hari kedua atau selanjutnya, kulit tubuh yang terkelupas
pada hari pertama.
Pemeriksaan Tali Pusat
Pemeriksaan ini unluk melihat apakah ada kemerahan, bengkak, bernanah,
berbau, atau lainnya pada tali pusat. Pemeriksaan ini normal apabila
warna tali pusat putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mengering
atau mengecil dan lepas pada hari ke-7 hingga ke-10.
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pemeriksaan bagian kepala yang dapat diperiksa antara lain sebagai berikut:
1. Pemeriksaan rambut dengan menilai jumlah dan warna, adanya lanugo terutama pada daerah bahu dan punggung.
2. Pemeriksaan wajah dan tengkorak, dapat dilihat adanya maulage, yaitu
tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir untuk dilihat
asimetris atau tidak. Ada tidaknya caput succedaneum (edema pada kulit
kepala, lunak dan tidak berfluktuasi, batasnya tidak tegas, serta
menyeberangi sutura dan akan hilang dalam beberapa hari). Adanya cephal
hematom terjadi sesaat setelah lahir dan tidak tampak pada hari pertama
karena tertutup oleh caput succedaneum, konsistensinya lunak,
berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi hilang tengkorak, tidak
menyeberangi sutura,dan apabila menyeberangi sutura akan mengalami
fraktur tulang tengkorak yang akan hilang sempurna dalam waktu 2-6
bulan. Adanya perdarahan yang terjadi karena pecahnya vena yang
menghubungkan jaringan di luar sinus dalam tengkorak, batasnya tidak
tegas, sehingga bentuk kepala tampak asimetris. Selanjutnya diraba untuk
menilai adanya fluktuasi dan edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah
menilai fontanella dengan cara melakukan palpasi menggunakan jari
tangan, kemudian fontanel posterior dapat dilihat proses penutupannya
setelah usia 2 bulan, dan fontanel anterior menutup saat usia 12-18
bulan.
3. Pemeriksaan mata untuk menilai adanya strabismus atau tidak, yaitu
koordinasi gerakan mata yang belum sem purna. Cara memeriksanya adalah
dengan menggoyangkan kepala secara perlahan-lahan, sehingga mata bayi
akan terbuka, kemudian baru diperiksa. Apabila ditemukan jarang
berkedip atau sensitivitas terhadap cahaya berkurang, maka kemungkinan
mengalami kebutaan. Apabila ditemukan adanya epicantus melebar, maka
kemungkinan anak mengalami sindrom down. Pada glaukoma kongenital, dapat
terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan pada kornea. Katarak
kongenital dapat dideteksi apabila terlihat pupil yang berwarna putih.
Apabila ada trauma pada mata maka dapat terjadi edema palpebra,
perdarahan konjungtiva, retina, dan lain-lain.
4. Pemeriksaan telinga dapat dilakukan untuk menilai adanya gangguan
pendengaran. Dilakukan dengan membunyikan bel atau suara jika terjadi
refleks terkejut, apabila tidak terjadi refleks, maka kemungkinan akan
terjadi gangguan pendengaran.
5. Pemeriksaan hidung dapat dilakukan dengan cara melihat pola
pernapasan, apabila bayi bernapas melalui mulut, maka kemungkinan bayi
mengalami obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral
atau fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring.
Sedangkan pernapasan cuping hidung akan menujukkan gangguan pada paru,
lubang hidung kadang-kadang banyak mukosa. Apabila sekret mukopurulen
dan berdarah, perlu dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenital dan
kemungkinan lain.
6. Pemeriksaan mulut dapat dilakukan dengan melihat adanya kista yang
ada pada mukosa mulut. Pemeriksaan lidah dapat dinilai melalui warna
dan kemampuan refleks mengisap. Apabila ditemukan lidah yang menjulur
keluar, dapat dilihat adanya kemungkinan kecacatan kongenital. Adanya
bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi bisanya disebut sebagai
monilia albicans, gusi juga perlu diperiksa untuk menilai adanya pigmen
pada gigi, apakah terjadi penumpukan pigmen yang tidak sempurna.
7. Pemeriksaan leher dapat dilakukan dengan melihat pergerakan, apabila
terjadi keterbatasan dalam pergerakannya, maka kemungkinan terjadi
kelainan pada tulang leher, misalnya kelainan tiroid, hemangioma, dan
lain-lain.
Pemeriksaan Abdomen dan Punggung
Pemeriksaan pada abdomen ini meliputi pemeriksaan secara inspeksi untuk
melihat bentuk dari abdomen, apabila didapatkan abdomen membuncit dapat
diduga kemungkinan disebabkan hepatosplenomegali atau cairan di dalam
rongga perut. Pada perabaan, hati biasanya teraba 2 sampai 3 cm di
bawah arkus kosta kanan, limfa teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri.
Pada palpasi ginjal dapat dilakukan dengan pengaturan posisi telentang
dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding perut dalam keadaan
relaksasi, batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilikus di antara
garis tengah dan tepi perut. Bagian-bagian ginjal dapat diraba sekitar
2-3 cm. Adanya pembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma,
kelainan bawaan, atau trombosis vena renalis. Untuk menilai daerah
punggung atau tulang belakang, cara pemeriksaannya adalah dengan
meletakkan bayi dalam posisi tengkurap. Raba sepanjang tulang belakang
untuk mencari ada atau tidaknya kelainan seperti spina bifida atau
mielomeningeal (defek tulang punggung, sehingga medula spinalis dan
selaput otak menonjol).
Pengukuran Antropometri
Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antropometri seperti
berat badan, dimana berat badan yang normal adalah sekitar 2.500-3.500
gram, apabila ditemukan berat badan kurang Bari 2.500 gram, maka dapat
dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah (BBLR). Akan tetapi,
apabila ditemukan bavi dengan berat badan lahir lebih dari 3.500 gram,
maka bayi dimasukkan dalam kelompok makrosomia. Pengukuran antropometri
lainnya adalah pengukuran panjang badan secara normal, panjang badan
bayi baru lahir adalah 45-50 cm, pengukuran lingkar kepala normalnya
adalah 33-35 cm, pengukuran lingkar dada normalnya adalah 30-33 cm.
Apabila ditemukan diameter kepala lebih besar 3 cm dari lingkar dada,
maka bayi mengalami hidrosefalus dan apabila diameter kepala lebih kecil
3 cm dari lingkar dada, maka bayi tersebut mengalami mikrosefalus.
Pemeriksaan Genitalia
Pemeriksaan genitalia ini untuk mengetahui keadaan labium minor yang
tertutup oleh labia mayor, lubang uretra dan lubang vagina seharusnya
terpisah, namun apabila ditemukan sstu lubang maka didapatkan terjadinya
kelainan dan apabila ada sekret pada lubang vagina, hal tersebut
karena pengaruh hormon. Pada bayi laki-laki sering didapatkan fimosis,
secara normal panjang penis pada bayi adalah 3-4 cm dan 1-1,3 cm untuk
lebaruya, kelainan yang terdapat pada bayi adalah adanya hipospadia
yang merupakan defek di bagian ventral ujung penis atau defek sepanjang
penisnya. Epispadia merupakan kelainan defek pada dorsinn penis.
Pemeriksaan Urine dan Tinja
Pemeriksaan urine dan tinja bermanfaat untuk menilai ada atau tidaknya
diare serta kelainan pada daerah anus. Pemeriksaan ini normal apabila
bayi mengeluarkan feses cair antara 6-8 kali per menit, dapat dicurigai
apabila frekuensi meningkat serta adanya lendir atau darah. Adanya
perdarahan per vaginam pada bayi baru lahir dapal terjadi selama
beberapa hari pada minggu pertama kehidupan.
readmore »»